Jakarta Forum - CDKN Ajak Anak Muda Berperan Aktif Dalam Perubahan Iklim. Perubahan iklim kini hanya sebatas jargon semata. Oleh karena diperlukan semua pihak termasuk anak muda agar menjadi peran nyata. Ini yang terlihat pada sebuah talk show Dialog AntarGenerasi : “Tantangan dan Peluang bagi Kaum Muda” yang diselenggarakan oleh CDKN (Climate and Development Knowledge Network) bekerjasama dengan Indonesia Climatre Change Trust Fund yang berlangsung di JCC Senayan, Jakarta, baru-baru ini.
Anak muda terlihat serius mengikuti disskusi yang menampilkan pembicara antara lain Sarwono Kusumaatmadja (Ketua Dewan Pengarah Perubahan Iklim Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), Fabby Tumiwa (Direktur Institute for Essential Service Reform), dan Gracia Paramitha (pengajar London School of Public Relations) serta Mirantha Kristanty (aktivis Climate Reality Project).
Anak muda terlihat serius mengikuti disskusi yang menampilkan pembicara antara lain Sarwono Kusumaatmadja (Ketua Dewan Pengarah Perubahan Iklim Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), Fabby Tumiwa (Direktur Institute for Essential Service Reform), dan Gracia Paramitha (pengajar London School of Public Relations) serta Mirantha Kristanty (aktivis Climate Reality Project).
Sarwono mengungkapkan tanggal 20 Desember 2015, rembuk dunia menghadapi bencana perubahan iklim (CoP - Conference of Parties) di Paris menghasilkan sejumlah kesepakatan baru. Peserta mewakili 196 negara sepakat bahwa sejak 2020 kenaikan suhu udara di muka bumi perlu dibatasi agar jangan sampai melebihi 2 derajat Celcius, dan kalau dapat hanya 1.5 derajat Celcius. Komitmen 187 negara dari keseluruhan 196 peserta CoP juga berhasil mentargetkan 96% penurunan emisi yang di perlukan agar suhu naik tidak melebihi 2 derajat Celcius. Rencana yang diumumkan secara terbuka mengenai upaya tanggap iklim masing-masing negara ini di sebut sebagai INDC, atau Intended Nationally Determined Contribution( kontribusi yang ditentukan secara Internal oleh masing masing negara).
“INDC merupakan instrumen penting bagi perencanaan tanggap iklim di dunia termasuk dengan menghitung mitigasi dan adaptasi yang di sampaikan oleh masing masing negara guna menghindari kenaikan dua derajat,” ujar Sarwono.
Sarwono bercerita, para panelis sepakat bahwa tanggap perubahan iklim bukan hanya jargon, namun tindak nyata perlu di lakukan. Yang paling penting adalah praktiknya. Bahkan Siebe Schuur, seorang diplomat senior dan perwakilan dari Kedutaan Belanda yang turut berpartisipasi dalam acara itu berkisah bahwa di Eropa dan Afrika telah di bangun gerakan meninggalkan kantung plastik.
“Salah satu cara kita meningkatkan kualitas hidup adalah dengan mencermatinya. Hidup berkualitas adalah berjalan kaki di udara segar alami bukan berkendara dalam mobil mewah ber AC,” ungkap Sarwono.
Sementara itu, Fabby menekankan inovasi teknologi sangat berperan dalam tanggap perubahan iklim. IESR (Institute for Essential) telah menciptakan carbon calculator yaitu suatu alat pengukur untuk membantu menyadari dampak dari kegiatan yang kita lakukan sehari hari terhadap emisi karbon sebagai penyebab perubahan iklim. “Carbon calculator ini akan membantu setiap orang menyesuaikan gaya hidup agar hemat energi,” ungkap Fabby.
Dari seluruh dunia, anak muda sendiri telah mulai membangun gerakan membangun kesadaran perubahan iklim. Berbagai forum dan komunikasi kreatif pun dikerahkan agar mereka bisa tertarik dan action terhadap perubahan iklim. “Tiga hal terbukti penting, yaitu pendidikan, kreativitas, dan sikap kritis,” tutur Gracia mengakhiri. @Rudi
“INDC merupakan instrumen penting bagi perencanaan tanggap iklim di dunia termasuk dengan menghitung mitigasi dan adaptasi yang di sampaikan oleh masing masing negara guna menghindari kenaikan dua derajat,” ujar Sarwono.
Sarwono bercerita, para panelis sepakat bahwa tanggap perubahan iklim bukan hanya jargon, namun tindak nyata perlu di lakukan. Yang paling penting adalah praktiknya. Bahkan Siebe Schuur, seorang diplomat senior dan perwakilan dari Kedutaan Belanda yang turut berpartisipasi dalam acara itu berkisah bahwa di Eropa dan Afrika telah di bangun gerakan meninggalkan kantung plastik.
“Salah satu cara kita meningkatkan kualitas hidup adalah dengan mencermatinya. Hidup berkualitas adalah berjalan kaki di udara segar alami bukan berkendara dalam mobil mewah ber AC,” ungkap Sarwono.
Sementara itu, Fabby menekankan inovasi teknologi sangat berperan dalam tanggap perubahan iklim. IESR (Institute for Essential) telah menciptakan carbon calculator yaitu suatu alat pengukur untuk membantu menyadari dampak dari kegiatan yang kita lakukan sehari hari terhadap emisi karbon sebagai penyebab perubahan iklim. “Carbon calculator ini akan membantu setiap orang menyesuaikan gaya hidup agar hemat energi,” ungkap Fabby.
Dari seluruh dunia, anak muda sendiri telah mulai membangun gerakan membangun kesadaran perubahan iklim. Berbagai forum dan komunikasi kreatif pun dikerahkan agar mereka bisa tertarik dan action terhadap perubahan iklim. “Tiga hal terbukti penting, yaitu pendidikan, kreativitas, dan sikap kritis,” tutur Gracia mengakhiri. @Rudi