Jakarta - DPR: Masih Rendahnya Manajemen Pengoperasian Sarana dan Prasarana Kereta Api, Komisi V DPR RI prihatin dan menyesalkan terjadinya musibah tabrakan kereta Bangunkarta dengan kereta barang yang menyebabkan 2 orang luka-luka. Komisi yang membidangi transportasi ini meminta Pemerintah dan PT KAI tidak lagi mengabaikan keselamatan dan memiliki sensitifitas dalam mengurus persoalan keselamatan khususnya transportasi kereta api.
“Saya sangat prihatin dengan terulangnya kecelakaan kereta api ini. Seharusnya, kecelakaan kereta yang terjadi akhir-akhir ini menjadi momentum pemerintah dan PT KAI untuk memperbaiki kelaikan sarana dan prasarana kereta dan meningkatkan keselamatan. Tapi, seperti pemerintah dan KAI mengabaikan hal itu, atau memang ada penurunan managemen di KAI,” Kata Yudi Widiana Adia, wakil ketua Komisi V DPR RI asal dapil Jabar IV
“Saya sangat prihatin dengan terulangnya kecelakaan kereta api ini. Seharusnya, kecelakaan kereta yang terjadi akhir-akhir ini menjadi momentum pemerintah dan PT KAI untuk memperbaiki kelaikan sarana dan prasarana kereta dan meningkatkan keselamatan. Tapi, seperti pemerintah dan KAI mengabaikan hal itu, atau memang ada penurunan managemen di KAI,” Kata Yudi Widiana Adia, wakil ketua Komisi V DPR RI asal dapil Jabar IV
Anjloknya kereta Bangunkarta sehingga menabrak kereta barang yang berada di jalur sebelahnya, kata Legislator dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, menunjukan masih rendahnya manajemen pengoperasian sarana dan prasarana kereta api. Selama 2004-2010 telah terjadi lebih dari 700 Peristiwa Luar Biasa Hebat (PLH), yang terdiri dari tabrakan antar KA (5%), anjlok / terguling (75%), dan tabrakan antara KA dengan kendaraan bermotor (20%).
Alumnus master dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung ini menambahkan bahwa dari beberapa hasil penelitian diketahui bahwa untuk keseluruhan kecelakaan yang terjadi, faktor yang paling besar berkontribusi masuk ke dalam kategori preconditions for operator acts (44%), diikuti dengan faktor organisasi (27%). Kategori preconditions for operator acts terlibat dalam 33 dari 35 kecelakaan (94%), sedangkan faktor organisasi terlibat dalam 22 dari 35 kecelakaan (63%).
Baik untuk tumbukan KA dengan KA dan kejadian anjlok, sebagian besar disebabkan karena kesalahan ataupun kerusakan pada sarana maupun prasarana, karena masih kurangnya perawatan yang dilakukan.
"Karena itu, diperlukan upaya perbaikan yang menyeluruh, mulai dari peningkatan kualitas perawatan, pengaplikasian manajemen kelelahan bagi para operator, maupun perbaikan dari segi kelembagaan, agar perkeretaapian Indonesia memiliki nilai keselamatan yang tinggi dan dapat mencapai target zero accident". tutup legislator kelahiran Sukabumi 45 tahun silam tersebut. HN
Alumnus master dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung ini menambahkan bahwa dari beberapa hasil penelitian diketahui bahwa untuk keseluruhan kecelakaan yang terjadi, faktor yang paling besar berkontribusi masuk ke dalam kategori preconditions for operator acts (44%), diikuti dengan faktor organisasi (27%). Kategori preconditions for operator acts terlibat dalam 33 dari 35 kecelakaan (94%), sedangkan faktor organisasi terlibat dalam 22 dari 35 kecelakaan (63%).
Baik untuk tumbukan KA dengan KA dan kejadian anjlok, sebagian besar disebabkan karena kesalahan ataupun kerusakan pada sarana maupun prasarana, karena masih kurangnya perawatan yang dilakukan.
"Karena itu, diperlukan upaya perbaikan yang menyeluruh, mulai dari peningkatan kualitas perawatan, pengaplikasian manajemen kelelahan bagi para operator, maupun perbaikan dari segi kelembagaan, agar perkeretaapian Indonesia memiliki nilai keselamatan yang tinggi dan dapat mencapai target zero accident". tutup legislator kelahiran Sukabumi 45 tahun silam tersebut. HN